Home blog tutorial free css navigation free template Obral Plus Belajar buat website


Jumat, 02 Mei 2008

Kebersamaan di Era Gombalisasi


Dunia sekarang telah memasuki fase baru dalam perjalan hidupnya, fase dimana setiap manusia memikul tanggung jawab akan hidupnya masing-masing. Namun, bukan itu yang menjadi titk permasalahannya. Yang menjadi permasalahan adalah masih relevankah wacana kebersamaan untuk kita pakai dalam kehidupan sedangkan kondisi persaingan lebih menitikberatkan pada kompetensi dan intelegensi yang mengarah pada semangat individualistik? Masih mungkinkah semangat komunal menjadi titik berangkat di tengah kondisi dunia yang tengah berubah?

Tentu pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan yang dapat secara langsung kita jawab, karena banyak aspek yang nantinya kita harus lihat. Semakin terasa di tengah arus globalisasi sekarang banyak anggapan tentang makna keberhasilan diukur melalui aspek ekonomi. Anggapan seperti ini lah yang kemudian semakin membuat manusia seperti kian termarjinalkan. Dan yang tak kalah berbahaya dari itu adalah ketika manusia mulai berpikir menang atau kalah, sehingga dapat menimbulkan paradigma bahwa bagi mereka yang mempunyai penguasaan intelektual, kelebihan fisik, dan penguasaan skill dapat mengalahkan orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi seperti ini. Akhirnya timbul wacana ‘semua lawan semua’. Ini yang berbahaya, kondisi ini kian mendekati paham dimana manusia yang tak mampu meyesuaikan diri di era ini seperti tidak dibutuhkan.

Sangat mriris memang ketika melihat fenomena ini dalam kehidupan. Seakan-akan pengertian manusia sebagai mahluk sosial mulai ditinggalkan. Apalagi bagi negara-negara berkembang seperti di Indonesia, pengaruh ini sangat menghambat terhadap pertumbuhan kebersamaan masyarakat Indonesia yang terkenal akan bhinneka tunggal ika-nya. Di sisi lain kita juga dihadapkan pada permasalahan sumber daya manusia di Indonesia yang secara umum berada di peringkat bawah. ketika kita melihat dari aspek pendidikan pun tak kalah mirisnya, pendidikan di Indonesia masih sangat kurang bila kita coba bandingkan dengan tetangga kita di Asia Tenggara.

Dengan SDM yang masih menyedihkan dan sistem pendidikan yang masih carut marut, apa yang mungkin bisa diperbuat oleh Negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia? Globalisasi memang tak bisa dibendung, dan begitu pula dengan pasra bebas, tetapi kehidupan juga tak mungkin dibiarkan berjalan sendiri. Di sinilah pentingnya memupuk optimisme. Untuk sekedar menghibur diri, dalam pencapaian tingkat mata pelajaran metmatika dan IPA kita masih lebih baik ketimbang Qatar yang notabene Negara yang tingkat kesejahteraannya lebih baik dibanding Indonesia.

Tanpa menafikan kenyataan bahwa bangsa ini masih lemah dalam pencapaian sains dan teknologi, terlihat dalam kasus Qatar bahwa prestasi akademik tak selalu berkolerasi dengan kamakmuran suatu bangsa. Disinilah terlihat dimana kebersamaan dan rasa optimisme dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang sifatnya komunal maupun Individu. Kuncinya adalah keseriusan pemerintah dan warganya dalam berkeja sama (secara satu kesatuan) untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan sesaat Dan terakhir, ada hal yang sering kita lupa bahwa konsep seperti ini telah terlihat keberhasilannya pada zaman kenabian rosul. Dimana kesejahteraan adalah milik bersama, milik setiap individu yang bernyawa. Kalau kita sudah sama-sama tau, lalu kenapa tidak kita mulai saja memupuk rasa kebersamaan (ukhuwah) dan rasa optimis itu?...

Tidak ada komentar:

 
Template by : uniQue template  |  Modified by : Owner Blog