Home blog tutorial free css navigation free template Obral Plus Belajar buat website


Jumat, 02 Mei 2008

From Beirut to Jerusalem

Nasib Muslimin Palestina
Judul Buku : From Beirut to Jerusalem
Penulis : dr Ang Swee Chai
Halaman : 656 halaman
Penerbit : Mizan Media Utama, cetakan II 2007

Bagi seorang dokter, menulis memori perjalanan yang dilakukan 6 tahun lalu di saat Israel menghancurkan Palestina memang tidaklah mudah. Namun dr Ang Swee Chai berusaha mengingat secara detil apa yang pernah dilihat, dilakukan dan didengar sendiri suara-suara bom saat jatuh di bumi Palestina.

Perjalanan dari Beirut ke Jerusalem bagi dr Ang Swee Chai, merupakan pengalaman yang tidak bernilai. Berkat dukungan teman-teman senasib seperjuangan, “Tears of Heaven” menjadi ‘hadiah’ tidak ternilai bagi masyarakat Palestina. Fakta sejarah yang ditulis oleh seorang dokter spesialis bedah.

Sinopsis :
Musim panas 1982 menjadi babak baru bagi dr Ang Swee Chai melihat langsung kebrutalan Israel terhadap penduduk muslim di Beirut. Kebrutalan Israel tidak hanya menghancurkan kapal Palang Merah Internasional tapi juga seluruh rumah sakit dan klinik.

Penyiksaan perang yang disulut tentara Israel, hanya menyisakan “Sindrom Awal Reagan ‘ yakni anak-anak yang masih shock akibat perang. Mereka tampak kurus dan ketakutan, bengong, menolak makanan dan minuman.

Sindrom Awal Reagan artinya satu atau dua tungkai yang buntung, sebuah luka besar di dada yang menyebabkan anak-anak itu kehilangan sebelah paru-paru mereka dan sebuah luka memanjang di perut yang menyebabkan hilangnya hati, limpa dan ginjal. Semua luka itu, disertai pula luka patah tulang terbuka yang mengalami infeksi. (halaman 92).

Memori dr Ang Swee yang tidak kalah serunya saat pagi hari 15 September 1982. Raungan suara pesawat yang melintas di atas, dari Laut Tengah menuju lokasi kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila. Rumah sakit Gaza dikepung tentara Israel yang hanya berjarak ¾ km dari rumah sakit.

Orang-orang sipil terlihat ketakutan dan mulai berlarian ke rumah sakit, korban mulai berdatangan. Yang pertama adalah seorang wanita yang tertembak di siku lengannya. Semua sendi yang menopang sikunya hilang sehingga tampak diantara robekan daging yang berlumuran darah (halaman 141).

Penderitaan yang dialami korban kebengisan Israel ini, membuat Ang Swee bersama rekan-rekannya membentuk Medical Aid for Palestinians (MAP). Tujuan utamanya adalah membantu bangsa Palestina yang terus berjuang melawan kekejaman yang berlangsung sampai saat ini.

Deskripsi :
Bagi dr Ang Swee Chai orang Palestina adalah teroris. Tapi kenyataannya justru yang menjadi teroris adalah Israel yang sebelumnya didukung baik karena latar belakang religinya.

Fakta yang ada di depan matanya, meluluhlantakkan kepercayaannya. Ia putuskan untuk membuktikan sendiri dengan menjadi sukarelawan medis di Beirut. Di sana, di kamp pengungsian Palestina, dr.Ang Swee menjadi saksi Pembantaian Sabra-Shatila, akhirnya ia menemukan jawaban. Ia berbalik memihak rakyat Palestina, memihak keadilan dan kemanusian.

Sosok dokter kelahiran Malaysia ini memang patut diteladani. Tidak hanya dalam menjalankan tugas kemanusiaan, tapi kepribadiannya dalam menilai setiap langkah yang ada di sekitarnya. Buku ini cocok dibaca bagi siapa saja yang ingin mengetahui bagaimana Israel menancapkan kekejamannya pada masyarakat muslim di Palestina.
Sumber : Buku from Beirut to Jerusalem, SSnet

Kebersamaan di Era Gombalisasi


Dunia sekarang telah memasuki fase baru dalam perjalan hidupnya, fase dimana setiap manusia memikul tanggung jawab akan hidupnya masing-masing. Namun, bukan itu yang menjadi titk permasalahannya. Yang menjadi permasalahan adalah masih relevankah wacana kebersamaan untuk kita pakai dalam kehidupan sedangkan kondisi persaingan lebih menitikberatkan pada kompetensi dan intelegensi yang mengarah pada semangat individualistik? Masih mungkinkah semangat komunal menjadi titik berangkat di tengah kondisi dunia yang tengah berubah?

Tentu pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan yang dapat secara langsung kita jawab, karena banyak aspek yang nantinya kita harus lihat. Semakin terasa di tengah arus globalisasi sekarang banyak anggapan tentang makna keberhasilan diukur melalui aspek ekonomi. Anggapan seperti ini lah yang kemudian semakin membuat manusia seperti kian termarjinalkan. Dan yang tak kalah berbahaya dari itu adalah ketika manusia mulai berpikir menang atau kalah, sehingga dapat menimbulkan paradigma bahwa bagi mereka yang mempunyai penguasaan intelektual, kelebihan fisik, dan penguasaan skill dapat mengalahkan orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi seperti ini. Akhirnya timbul wacana ‘semua lawan semua’. Ini yang berbahaya, kondisi ini kian mendekati paham dimana manusia yang tak mampu meyesuaikan diri di era ini seperti tidak dibutuhkan.

Sangat mriris memang ketika melihat fenomena ini dalam kehidupan. Seakan-akan pengertian manusia sebagai mahluk sosial mulai ditinggalkan. Apalagi bagi negara-negara berkembang seperti di Indonesia, pengaruh ini sangat menghambat terhadap pertumbuhan kebersamaan masyarakat Indonesia yang terkenal akan bhinneka tunggal ika-nya. Di sisi lain kita juga dihadapkan pada permasalahan sumber daya manusia di Indonesia yang secara umum berada di peringkat bawah. ketika kita melihat dari aspek pendidikan pun tak kalah mirisnya, pendidikan di Indonesia masih sangat kurang bila kita coba bandingkan dengan tetangga kita di Asia Tenggara.

Dengan SDM yang masih menyedihkan dan sistem pendidikan yang masih carut marut, apa yang mungkin bisa diperbuat oleh Negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia? Globalisasi memang tak bisa dibendung, dan begitu pula dengan pasra bebas, tetapi kehidupan juga tak mungkin dibiarkan berjalan sendiri. Di sinilah pentingnya memupuk optimisme. Untuk sekedar menghibur diri, dalam pencapaian tingkat mata pelajaran metmatika dan IPA kita masih lebih baik ketimbang Qatar yang notabene Negara yang tingkat kesejahteraannya lebih baik dibanding Indonesia.

Tanpa menafikan kenyataan bahwa bangsa ini masih lemah dalam pencapaian sains dan teknologi, terlihat dalam kasus Qatar bahwa prestasi akademik tak selalu berkolerasi dengan kamakmuran suatu bangsa. Disinilah terlihat dimana kebersamaan dan rasa optimisme dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang sifatnya komunal maupun Individu. Kuncinya adalah keseriusan pemerintah dan warganya dalam berkeja sama (secara satu kesatuan) untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan sesaat Dan terakhir, ada hal yang sering kita lupa bahwa konsep seperti ini telah terlihat keberhasilannya pada zaman kenabian rosul. Dimana kesejahteraan adalah milik bersama, milik setiap individu yang bernyawa. Kalau kita sudah sama-sama tau, lalu kenapa tidak kita mulai saja memupuk rasa kebersamaan (ukhuwah) dan rasa optimis itu?...

Minggu, 02 Desember 2007

Kaum Beragama Negeri Ini

Tuhan,

Lihatlah betapa baik

Kaum beragama

Negeri ini

Mereka tak mau kalah dengan kaum

Beragama lain

Di negeri-negeri lain.


Demi mendapatkan ridhomu

Mereka rela mengorbankan

Saudara-saudara mereka

Untuk merebut tempat

Terdekat disisiMu

Mereka bahkan tega menyodok

Dan menikam hamba-hambaMu sendiri


Demi memperoleh rahmat-Mu

Mereka memaafkan kesalahan dan

Mendiamkan kemungkaran

Bahkan mendukung kezaliman


Yang memiliki kelebihan harta

Membuktikan

Kedekataanya dengan harta

Yang engkau berikan


Yang memiliki kelebihan kekuasaan

Membutikan kedekatannya dengan

Kekuasaannya yang engkau limpahkan


Yang memiliki kelebihan ilmu

Membuktikan

Kedekatannya dengan ilmu

Yang engkau karuniakan.


Mereka yang engkau anugerahi

Kekuatan sering kali bahkan merasa

Diri engkau sendiri

Mereka bukan saja ikut

Menentukan ibadah

Tetapi juga menetapkan

Siapa ke surga siapa ke neraka

Mereka sakralkan pendapat mereka

Dan mereka akbarkan

Semua yang mereka lakukan

Hingga takbir

Dan ikrar mereka yang kosong

Bagai perut bedug

Allah hu akbar walilla ilham.

Karya KH Mustofa Bisri

Simbol Perlindungan Keluarga

Dalam sebuah cerita fargmen kehidupan, ketika 2 orang pria kakak beradik yang ditinggal oleh kedua orangtuanya, Ibunya meninggal dan Ayahnya meninggalkan mereka dengan alasan yang mereka sendiri pun tak mengetahuinya. Adiknya yang bernama Michael pun sering hidup sendiri di rumah yang merupakan warisan orangtuanya karena kakaknya Lincoln sering meninggalkannya sendiri. Bahkan sangat jarang sekali Lincoln pulang ke rumah. Hari beralalu, Michael hidup sendiri dan mencoba menggunakan uang yang ia tahu warisan ibunya untuk sekolah dan melanjutkan ke universitas. Selalu saja setiap hari ia mengurus dirinya sendiri tanpa tahu kakaknya berada dimana dan bagaimana keadaannya. Tetapi, yang menjadi aneh ketika setiap hari Michael bangun ia selalu menjumpai kertas origami yang berbentuk angsa diletekkan di meja sebelah tempat tidurnya. Beberapa minggu sekali kakaknya menemuinya untuk sekedar bertanya akan kabar dan sekedar bertemu.

Setelah Michael mendapatkan gelar sarjana arsitekturnya ia mendapatkan kabar bahwa kakaknya ditangkap oleh polisi karena tertangkap bekerja untuk mafia dengan membunuh seseorang di sebuah tempat parkir mal. Sesaat ia sangat marah kepada kakaknya yang ia tahu jarang datang kepadanya dan sekarang Michael merasa kakaknya seperti menyusahkannya. Michael yang sangat kecewa mencoba menanyakan kenapa Lincoln melakukan hal yang begitu buruk dan ia juga menanyakan semua jatah uang kakaknya yang ia tahu itu merupakan setengah bagian warisan dari ibunya. Tapi sekali lagi kakaknya tak mampu menjelakannya kepada dia. Keesokan harinya ia bertemu dengan teman kakaknya untuk menanyakan tentang semua hal yang telah kakaknya lakukan selama ini, kemana saja uang warisan ibunya digunakan dan dimana kakaknya selama ini tinggal. Tetapi taukah apa yang ia dapatkan dari penjelasan teman kakaknya. Bahwa semua uang yang ia dapatkan selama ini untuk keperluan hidup dan melanjutkan kuliah bukan merupakan warisan ibunya, tetapi uang hasil kakaknya meminjam kepada mafia.

Kakaknya sengaja berbohong bahwa uang itu merupakan warisan ibunya karena dia yakin adiknya pasti tak akan mau menerima uang pinjaman dari orang lain apalagi dari mafia. Ketika malam tiba Michael membaca sebuah surat yang tersimpan di dalam laci meja kerjanya dan diiringi dengan kertas-kertas origami angsa tersebut. Ia semakin mengerti akan arti dari origami angsa yang sering muncul di atas mejanya saat ia bangun dari tidurnya bahwa itu merupakan lambang perlindungan dalam satu keluarga. Ternyata setiap ia tidur kakaknya selalu datang ke dalam kamarnya dan selalu meninggalkan kertas origami angsa tersebut.

Ternyata kertas yang dilipat yang secara kasat mata sangat sederhana tersebut memiliki makna yang begitu mendalam. Bukan hanya nilai seninya yang apik tetapi lebih dari itu semua, yaitu makna perlindungan dalam satu keluarga. Maka tidak ada yang lebih kita syukuri ketika kita memiliki saudara. Bersaudara itu penuh akan pengertian, cinta dan rasa percaya. Dan semakin dekatnya masa hidup kita, maka saudara adalah harta kita yang paling berharga.

Sebuah cerita yang merupakan kutipan dari salah satu serial drama yang menurut saya bagus kalau kita bisa mengambil maknanya. Tetapi kalau kita coba lihat lebih universal bahwa makna keluarga bukan hanya adik saudara kandung yang kita miliki. Semua orang yang mengaku muslim adalah saudara kita. Dalam salah satu hadis Nabi Muhammad SAW pun mengatakan hal yang bernada sama. Sorang muslim merupakan saudara bagi muslim yang lainnya. Bahkan lebih erat lagi Nabi Muhammad SAW mengatakan umat islam itu laksana satu tubuh. Jika yang satu sakit maka yang lainnya pun merasakan hal yang sama.

Menjadi sangat paradoks ketika kita melihat realita sekarang. Banyak sekali konflik yang didasarkan akan perbedaan antar sesama umat muslim.

Ada apa dengan perbedaan?

Ataukah kita menyalahkan perbedaan atas semua konflik yang terjadi?

Bukankah perbedaan itu merupakan rahmat? Lalu kenapa kita tidak bersyukur akan datangnya rahmat tersebut. Inilah yang menjadi PR umat yang harus diselesiakan sesegera mungkin, karena sudah sepatutnya tali ukhuwah umat islam harus dijadikan prioritas. Seperti halnya masalah Indonesia dengan Malaysia, tidakkan kalian melihat kejanggaalan, kita yang sudah lama bertetangga dengan Malaysia tetapi seakan-akan kata persaudaraan menjadi sangat mahal.

Tidakkah kita melihat kejanggalan?

Setelah perdana mentri Malaysia, Mahatir Muhammad, mengatakan umat islam harus bersatu sesegera mungkin sebelum terlambat, ternyata konflik antara Indonesia dan Malaysia semakin sering terjadi. Dan anehnya lagi pernyataan perdana mentri Malaysia tersebut tidak diekspose di media-media dunia.

Tidakkah kita melihat kejanggalan?

Ternyata berpikir dari berbagai sudut menjadi sangat penting ketika kita mengalami suatu konflik. Masih banyak hal yang harus kita klarifikasi atas apa saja yang menyebabkan konflik terjadi dan siapa sebenarnya yang melatar belakangi konflik tersebut. Kedewasaan kita pasti akan membawa kita melihat suatu konflik lebih mendalam karena begitulah seharusnya kita.

Jagalah Persaudaraan ini...

Bergesernya Timbangan Prioritas

Masih ingatkah kita ketika kita baru masuk sekolah, setiap hari guru-guru kita menanyakan apa yang kita cita-citakan kelak, apa yang akan kita lakukan ketika kita nanti dewasa. Kata-kata yang saya yakin pasti akan diingat oleh semua anak di Indonesia bahkan semua anak di dunia ini. lalu masih ingatkah kita apa yang dulu kita katakan untuk menjawab pertanyaan guru-guru kita, setidaknya kita pasti menjawab dengan suara lantang apa yang benar-benar kita cita-citakan pada saat itu. Namun seiring berjalannya waktu, semua realita tersebut seakan bergeser. Kalau dulu kita sering mendengar banyak anak-anak yang ingin menjadi polisi, presiden, bahkan tentara. Berbeda dengan sekarang, banyak anak yang menginginkan dirinya sebagai seorang penyanyi ataupun menjadi seorang artis terkenal. Benar sekali bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih baik atau yang lebih buruk, semua itu tergantung apakah pekerjaan itu dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan terlebih lagi dapat memberi dapmpak positif bagi lingkungan sekitar. Kita tidak akan membicarakan mengenai cita-cita apa, salah atau benarrnya cita-cita tersebut, tetapi kita mencoba melihat akan peregeseran pandangan pada anak-anak dan orangtuanya mengenai apa yang mereka pikirkan mengenai sebuah cita-cita.

Dulu banyak orangtua yang menginginkan anaknya menjadi seorang cendikiawan, seorang pemimpin yang cerdas, ataupun menjadi seorang pejuang seperti layaknya pangeran dipenogoro. Mereka berpkir betapa bangganya ketika anak mereka menjadi oarang yang berguna bagi bangsa dan masyarakat. Dimana kehadirannya memberikan dampak positif dan meringankan beban hidup masyarakat yang kita tahu pada masa dahulu Indonesia masih berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan. Mereka mampu memberikan seluruh hartanya hanya untuk anknya bersekolah ke kota. Sebenarnya apa yang mereka pikirkan dengan menyumbangkan seluruh hartanya, karena mereka yakin dan percaya dengan pendidikan maka kesengsaraan yang telah mereka alami dulu akan diringankan oleh anak cucu mereka.

Namun setelah indonesia merdeka selama lebih setengah abad, setelah masa penjajahan berakhir dan begitupula kesengsaraan fisik, pemikiran tersebut seakan menjadi barang langka, ya mungkin karena banyak orang yang berpikir sekarang penjajahan telah berakhir dan kita tidak perlu lagi berjuang keras agar menjadi seorang cendikiawan. Kemana kebanggaan yang dulu selalu para orang tua banggakan terhadap anaknya ketika anaknya menjadi seorang cendikiawan?

Akhir-akhir ini terlihat seakan timbangan prioritas pada masyarakat Indonesia tidak seimbang lagi. Banyak yang lebih memprioritaskan persoalan dunia hiburan dan seni diatas persoalan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Apakah kita akan mendapat keuntungan dari suatu hal yang mengandung kerugian? Sudah seharusnya kita kembali menyeimbangkan timbangan prioritas kita dan berhati-hati terhadap media. Berhati-hati terhadap imprealisme kultural dimana seakan-akan budaya yang baik yang kita miliki dianggap sudah kadaluarsa dan sudah tidak cocok pada zaman sekarang.

Teruntuk saudaraku yang telah berubah...

Selasa, 23 Oktober 2007

WALHI dan TERORISME


WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) adalah salah satu organisasi lingkungan terkemuka di Indonesia yang aktif memberikan bantuan bagi perlindungan dan perbaikan kondisi lingkungan di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi yang mempunyai jaringan tanpa batas dimana tidak hanya orang Indonesia saja yang boleh menjadi aktivisnya melainkan semua orang di seluruh dunia ini, WALHI sudah sangat banyak membantu Indonesia dalam perbaikan kondisi lingkungan akhir-akhir ini. Sudah menjadi rahasia publik bahwa globalisasi dan kemajuan teknologi telah memberikan pengaruh bagi lingkungan hidup. Ternyata semua dampak positif dan kemudahan dari kemajuan teknologi tidak mampu menutupi bahwa memang kondisi lingkungan di bumi pada umumnya dan di Indonesia khususnya sudah mulai terancam. Terlebih lagi emisi gas buangan dan limbah pabrik yang semakin meningkat seiring majunya perindustrian telah membuat habitat para hewan dan organisme lainnya terganggu. Indonesia dan semua penduduk bumi sudah sepatutnya memberikan rasa terima kasih karena masih banyak orang yang berpikir dan mau mengurus kondisi lingkungan yang sekarang sudah semakin miris. Ya... mungkin WALHI salah satunya.


Namun ada yang mengejutkan ketika suatu hari sebuah media massa lokal memberitakan sebuah kutipan direktur utama PT Newmont Minahasa Raya (NMR) yang merupakan anak perusahaan Newmont Mining Corporation, sebuah perusahaan pertambangan emas dunia yang berkantor di Denver, colorado, AS, Richard B Ness, mengenai keterkaitan antara WALHI dan terorisme. Lucu memang jika kita coba lihat lebih dalam mengenai WALHI itu sendiri. Kenapa? Karena organisasi ini menjunjung prinsip nonviolence yang sangat bertentangan dengan arti dari terorisme itu sendiri. Selain itu organisasi ini sering sekali membantu penduduk yang justru menjadi korban teror aparat keamanan perusahaan industi-industri maju demi menancapkan kuku kekuasaannya di negeri ini dan bahkan tidak jarang aktivis WALHIlah yang justru mendapatkan kekerasan dan teror dari pihak-pihak yang memang tak bertanggung jawab.


Lalu sebenarnya ada apa di balik kutipan tersebut?


Memang sangat tidak relevan jika kita mengaitkan
WALHI dan terorisme, terlebih lagi kita sama-sama tahu bahwa WALHI sangat menghormati pluralisme, WALHI tidak memihak pada satu etnik atau sekelompok saja, WALHI justru membantu siapa saja yang menjadi korban dampak pembangunan sosioekologis.


Lalu sebenarnya ada apa di balik kutipan tersebut?

Atau ada tujuan politis di balik semua tuduhan tersebut?


Anehnya bukan Richard B Ness saja yang mengungkapkan hal tersebut, ternyata seorang senator partai Liberal negara bagian Queensland, Ian Macdonald, menyatakan hal yang sama pada parlemen Australia. Betapa besar inginnya negar-negara maju membantu korporasi besar yang lagi-lagi kita pasti tahu apa yang telah mereka lakukan pada saudara-saudara kita di Sulawesi Utara khususnya Teluk Buyat. Kalau bukan dari limbah perusahaan tersebut lalu dari mana kerusakan lingkungan terjadi di Buyat.

Yap benar sekali, WALHI adalah organisasi yang paling konsisten menyuarakan permasalahan ini, oganisasi ini yang paling konsisten menanyakan dampak buruk yang telah NMR perbuat di Sulawesi Utara. Ternyata strategi ini berjalan efektif, aktivis WALHI banyak menghabiskan waktunya untuk mengklarifikasi daripada mengurus permasalahan NMR itu sendiri. Tapi ada satu hal yang tidak disadari oleh korporasi besar seperti NMR bahwa isu-isu terorisme yang mereka coba mereka mainkan telah secara tak langsung menunjukkan siapa sebenarnya NMR dan korporasi-korporasi besar lainnya seperti Freeport dan Inco.


Jadi siapa sebenarnya yang teroris ???

Surat Ayah Kepada Anaknya


Assalamualaikum wr wb

Sepucuk surat dari seorang ayah

Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Allah yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang ayah kepada anaknya yang sesungguhnya bukan miliknya, melainkan milik Tuhannya.

Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.

Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog seorang ayah dengan anak-anaknya.

Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Tuhan, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini.

Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua. Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata: "TIDAK", timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Tuhan. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Tuhan.

Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi,kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Tuhan. Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.

Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa erusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena kau dan ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Tuhan.

Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Tuhan. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Tuhan. Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit. Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan rohaniah yang sebenarnya. Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Tuhan tak kenal letih dan berhenti.

Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa.

Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Tuhan, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Tuhan. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya. Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.

Sebuah tulisan yang saya sendiri pun tak tahu siapa penulisnya, tapi yang saya tahu
Ia menyadarkan saya akan betapa besar kecintaan orangtua…

Entah mengapa air mata menetes ketika tulisan itu ku baca dan ku mau kau pun merasakan apa yang aku rasakan. Sahabat, cintailah ayahmu selagi ia disampingmu...

Sayang ayah sungguh…

 
Template by : uniQue template  |  Modified by : Owner Blog