Home blog tutorial free css navigation free template Obral Plus Belajar buat website


Minggu, 02 Desember 2007

Bergesernya Timbangan Prioritas

Masih ingatkah kita ketika kita baru masuk sekolah, setiap hari guru-guru kita menanyakan apa yang kita cita-citakan kelak, apa yang akan kita lakukan ketika kita nanti dewasa. Kata-kata yang saya yakin pasti akan diingat oleh semua anak di Indonesia bahkan semua anak di dunia ini. lalu masih ingatkah kita apa yang dulu kita katakan untuk menjawab pertanyaan guru-guru kita, setidaknya kita pasti menjawab dengan suara lantang apa yang benar-benar kita cita-citakan pada saat itu. Namun seiring berjalannya waktu, semua realita tersebut seakan bergeser. Kalau dulu kita sering mendengar banyak anak-anak yang ingin menjadi polisi, presiden, bahkan tentara. Berbeda dengan sekarang, banyak anak yang menginginkan dirinya sebagai seorang penyanyi ataupun menjadi seorang artis terkenal. Benar sekali bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih baik atau yang lebih buruk, semua itu tergantung apakah pekerjaan itu dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan terlebih lagi dapat memberi dapmpak positif bagi lingkungan sekitar. Kita tidak akan membicarakan mengenai cita-cita apa, salah atau benarrnya cita-cita tersebut, tetapi kita mencoba melihat akan peregeseran pandangan pada anak-anak dan orangtuanya mengenai apa yang mereka pikirkan mengenai sebuah cita-cita.

Dulu banyak orangtua yang menginginkan anaknya menjadi seorang cendikiawan, seorang pemimpin yang cerdas, ataupun menjadi seorang pejuang seperti layaknya pangeran dipenogoro. Mereka berpkir betapa bangganya ketika anak mereka menjadi oarang yang berguna bagi bangsa dan masyarakat. Dimana kehadirannya memberikan dampak positif dan meringankan beban hidup masyarakat yang kita tahu pada masa dahulu Indonesia masih berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan. Mereka mampu memberikan seluruh hartanya hanya untuk anknya bersekolah ke kota. Sebenarnya apa yang mereka pikirkan dengan menyumbangkan seluruh hartanya, karena mereka yakin dan percaya dengan pendidikan maka kesengsaraan yang telah mereka alami dulu akan diringankan oleh anak cucu mereka.

Namun setelah indonesia merdeka selama lebih setengah abad, setelah masa penjajahan berakhir dan begitupula kesengsaraan fisik, pemikiran tersebut seakan menjadi barang langka, ya mungkin karena banyak orang yang berpikir sekarang penjajahan telah berakhir dan kita tidak perlu lagi berjuang keras agar menjadi seorang cendikiawan. Kemana kebanggaan yang dulu selalu para orang tua banggakan terhadap anaknya ketika anaknya menjadi seorang cendikiawan?

Akhir-akhir ini terlihat seakan timbangan prioritas pada masyarakat Indonesia tidak seimbang lagi. Banyak yang lebih memprioritaskan persoalan dunia hiburan dan seni diatas persoalan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Apakah kita akan mendapat keuntungan dari suatu hal yang mengandung kerugian? Sudah seharusnya kita kembali menyeimbangkan timbangan prioritas kita dan berhati-hati terhadap media. Berhati-hati terhadap imprealisme kultural dimana seakan-akan budaya yang baik yang kita miliki dianggap sudah kadaluarsa dan sudah tidak cocok pada zaman sekarang.

Teruntuk saudaraku yang telah berubah...

1 komentar:

Anonim mengatakan...

kenapa ya orang sekarang mikirnya pada instan..mau cepat kaya tapi ogah kerja.. dan salah satu cara untuk cepat jadi kaya adalah jadi idola.. jujur sih,kasian banget sama anak-anak dan remaja idola yang kebanyakan dewasa sebelum waktunya.. dewasa karena tuntutan pekerjaan.. sampai-sampai pendidikan jadi prioritas yang kesekian..padahal sebenarnya pendidikan itu kan investasi jangka panjang,memang gak langsung menghasilkan saat ini juga namun akan kelihatan buah manisnya saat kita dewasa nanti..saat kita harus berjuang dan bertahan hidup dengan mandiri dan gak bergantung lagi sama orang tua..

 
Template by : uniQue template  |  Modified by : Owner Blog